Hutan merupakan aset berharga yang dimiliki bumi ini, selayaknya anggota tubuh, hutan merupakan paru-paru bagi bumi. Berbicara tentang kontribusi hutan, hutan Indonesia memberikan kontribusi yang besar, tidak hanya menawarkan pemandangan dan keanekaragaman hayati yang memukau, melainkan juga memberikan manfaat yang tak ternilai bagi lingkungan global.
Hutan Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 10 hutan terbesar di dunia. Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik), hutan Indonesia mempunyai luas 131 hektar dengan keanekeragaman hayati yang sangat kaya dan beragam. Menurut data dari The Natural Conservancy, hutan Indonesia terdiri dari 50.000 spesies tumbuhan, 515 spesies mamalia, dan 3.000 spesies ikan air tawar. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi 10% tanaman dunia, 12% mamalia, dan 17% jenis burung. Dikutip dari data Convention on Biological Diversity (CBD) lebih dari 10% tanaman mamalia dan burung di dunia berasal dari Indonesia.
Dilansir dari data laporan kedua United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sekitar 331 juta ton CO2 diserap oleh hutan Indonesia pada 2020, hal ini disebabkan oleh potensi karbon yang disimpan di vegetasi, tanah, dan biomassa hutan-hutan Indonesia. Namun melihat realita saat ini, hutan Indonesia yang kaya akan flora dan fauna sedang mengalami ancaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab perihal deforestasi yang ilegal. Deforestasi ilegal merupakan penghilangan dan pengurangan hutan dengan cara ditebang dan dibakar secara signifikan dan permanen tanpa melalui regulasi hukum yang berlaku. Kegiatan deforestasi ilegal kerap kali didorong oleh motif finansial dengan tujuan memperoleh keuntungan cepat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat. Tercatat dari tahun 2002 hingga 2020 Indonesia kehilangan lebih dari 24 juta hektar hutan.
Pemerintah Indonesia melalui KLKH (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Republik Indonesia terus berupaya untuk mengatasi permasalahan deforestasi ilegal dengan upaya berikut:
Upaya-upaya yang dilakukan berlangsung efektif, bisa dilihat dari grafik kegiatan deforestasi di Indonesia yang mengalami penurunan tren secara signifikan selama 20 tahun terakhir, yang dimana proyeksi kedepan KLKH terus menargetkan angka penurunan perihal deforestasi.
Pengelolaan hutan oleh industri yang bertanggung jawab perlu adanya sertifikasi berupa validasi dari lembaga internasional dan nasional. PEFC (Program for the Endorsement of Forest Certification) dan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) adalah dua sistem sertifikasi yang berhubungan dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan penanggulangan deforestasi.
PEFC (Program for the Endorsement of Forest Certification) adalah suatu program internasional yang menyediakan sertifikasi bagi pengelolaan hutan yang berkelanjutan. PEFC menetapkan standar dan kriteria yang harus dipenuhi oleh pengelola hutan untuk memastikan bahwa praktik penebangan dan pengelolaan hutan dilakukan dengan cara yang berkelanjutan secara ekonomi, ekologis, dan sosial. PEFC mengakui dan mendukung praktik keberlanjutan dalam pengelolaan hutan, termasuk pemberhentian deforestasi ilegal dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Sedangkan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) adalah suatu sistem verifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan legalitas kayu yang diperoleh dari hutan di Indonesia. SVLK memastikan bahwa kayu yang ditebang dan diperdagangkan adalah hasil dari kegiatan yang legal dan memenuhi persyaratan hukum, termasuk perizinan yang diperlukan dan kepatuhan terhadap aturan pengelolaan hutan yang berlaku.
Secara keseluruhan, PEFC dan SVLK merupakan upaya untuk mempromosikan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan memerangi deforestasi. Melalui sertifikasi PEFC dan implementasi SVLK, kayu yang diperdagangkan dapat dipastikan berasal dari sumber yang legal, berkelanjutan, dan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali. Hal ini penting dalam menjaga keberlanjutan hutan dan mengurangi dampak negatif deforestasi terhadap ekosistem, keanekaragaman hayati, dan masyarakat yang bergantung pada hutan.
Asia Pulp and Paper Sinarmas sudah menerapkan sertifikasi PEFC dan SVLK dalam skema bisnis yang dijalankan. Salah satu produk Asia Pulp and Paper untuk segmen food packaging adalah Foopak. Seluruh produk Foopak sudah tersertifikasi oleh PEFC dan SVLK yang menjamin bahwa sumber bahan bakunya sudah terverifikasi melalui regulasi legalitas yang ditetapkan pemerintah Indonesia.
Berdasarkan Sustainability Report APP Sinarmas 2022 tercatat Asia Pulp and Paper mempertahankan 94% wilayah konsesinya untuk sertifikat PEFC dan 6% sisanya dibawah skema wajib SVLK. Asia Pulp and Paper terus berkomitmen bahwa 100% kayu perkebunan yang diambil dapat dikelola secara lestari dan bertanggung jawab. Maka dari itu, pemerintah, industri dan masyarakat perlu saling bersinergi untuk menjaga keberlangsungan hutan Indonesia.“Mari bersama kita menjaga hutan, karena menjaga hutan adalah tindakan keberanian dan kearifan yang bertanggung jawab atas warisan alam untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan bagi kita dan generasi yang akan datang."